The Undetectable Strongest Job: Rule Breaker - Chapter 33 Bahasa Indonesia

Posting Komentar
Chapter 33 — Rekan Setara

Menggunakan lingkaran sihir sebagai pegas, nyala api berputar-putar dan terbang ke depan. Lingkaran itu hancur berkeping-keping seperti kaca, menyemburkan kilatan cahaya di mana-mana.

Pohon-pohon yang dileburkan oleh api hangus hitam di tempat. Ular api naik sebelum menyerbu langsung ke tengah pemukiman.

Dalam sekejap, daya ledak merobek udara seperti gelombang yang dahsyat. Dalam radius 30 meter, cahaya yang menyilaukan dan nyala yang hampir putih berkobar, menari bersama, berputar ke berbagai arah laksana tornado.

“Kkuh.”

Dalam embusan angin yang kuat, Hikaru memeluk Lavia. Dia tidak bisa membuka matanya.

Lavia juga memeluknya, meski tak banyak kekuatan di dekapannya. Dia semakin lemah.

“Bertahanlah, Lavia!”

“Tak pernah terpikirkan aku menghabiskan Mana sebanyak ini...”

Mereka berlindung di balik pohon besar. Sementara itu, kobaran api, setelah dampak yang dihasilkan, padam mendadak. Panas, asap, dan bau terbakar membekap hidung mereka. Perlahan, Hikaru keluar dari persembunyiannya.

“Luar biasa.”

Di tanah ada lingkaran hitam legam yang sempurna. Asap putih membubung dari pohon-pohon hangus. Di sana-sini ada jejak kaki menggali tanah. Tak perlu dikatakan, para Goblin yang seharusnya ada di sana benar-benar dimusnahkan. Seekor goblin yang berada tepat di ujung lingkaran itu terguling, dan telah kehilangan tangan kanan dan kaki kanan. Tiada darah mengalir lantaran anggota tubuhnya hangus sampai ke tulang.

Gubuk yang hampir tidak berada di luar jangkauan lingkaran mulai terbakar karena panas yang terbawa angin.

Hanya segelintir goblin yang berhasil lolos dari api neraka tanpa cedera dengan cepat berhamburan ke hutan, berlarian seperti laba-laba.

“Hngh!”

Tiba-tiba, Hikaru menggigil dalam sensasi aneh yang mengalir deras dari dalam tubuhnya. Rasanya berapi-api yang membuatnya ingin berteriak.

Peringkat jiwanya telah meningkat.

【Soul Board】 Hikaru
Usia: 15 Peringkat: 19
2

【Soul Board】 Lavia
Umur: 14 Peringkat: 11
5

Peringkat jiwa Hikaru naik dua dan Lavia naik empat.

“Lavia ... kamu baik-baik saja?”

Lavia, yang bernapas kasar di lengannya, menatapnya.

“Ya, aku baik-baik saja .... Kurasa ... Aku lebih lelah dari yang diharapkan. Mungkin karena aku mengatur kelas pekerjaanku ke Flame Magus. Aku belum pernah menggunakannya.”

“Benarkah begitu?”

“Kelas Flame Magus muncul di kartuku setelah aku mulai membunuh monster di mansion ... Kala itu, aku menyadari .... aku hanya dimanfaatkan .... Jadi aku hanya menggunakan God: Challenger of Magic Principles. Sihirku kala itu tidak sekuat saat ini ... dan konsumsi mana tidak begitu menguras seperti sekarang.”

Hikaru yakin Lavia menyembunyikan kelas Flame Magus dari Count. Ia senang bahwa Lavia memberitahunya tentang ini. Apa Skill Magic Principle di Soul Board-nya ada hubungannya dengan konsumsi mana?

Lalu ada satu hal yang ia sadari juga. Tadinya ia pikir kemampuan Lavia dan dirinya tak punya banyak sinergi dalam ber-party, tapi pendapatnya berubah setelah melihat kekuatan Lavia. Dengan Stealth-nya, ia pada dasarnya adalah meriam berjalan dengan kemampuan menyembunyikan — benar-benar kekuatan yang harus diperhitungkan.

Mereka bisa memusnahkan kelompok monster.

Mereka bisa melancarkan serangan mendadak dalam perang. Hikaru diliputi kegembiraan dan ketakutan.

“.....Hikaru, kamu tidak akan meninggalkanku, kan?”

Kata-kata itu membuat Hikaru merasa laksana air sedingin es diguyurkan di kepalanya. Sihir api Lavia yang kuat adalah masalah berat baginya.

Ia pernah digunakan Count Morgstad, dikunci di dalam rumah, dan setelah kematian ayahnya, hampir dimanfaatkan oleh kerajaan juga. Dan kini Hikaru membuatnya menggunakan sihir itu.

Lavia bisa saja menolak, tetapi ia tak ingin membuat Hikaru tidak senang. Ini karena semua perkataannya, “Percobaan demi eksplorasi dungeon masa depan”. Namun, bukan berarti maksud Hikaru, "memastikan apa kamu berguna atau tidak". 

Pada akhirnya, Lavia menggunakan sihir terkuatnya. Mereka mungkin monster, tapi itu masih bisa disebut “pembantaian”.

Bagaimana bisa aku menyuruhnya melakukan itu? Aku bahkan tidak mempertimbangkan bagaimana perasaannya.

“....Jelas aku akan membawamu bersamaku.
Pertama kali kupikir aku tidak bisa meninggalkanmu karena aku menyadari kamu sangat menyukai petualangan.”

“Benarkah? Aku senang mendengarnya.”

Dia tersenyum lemah saat Hikaru mengambil handuk untuk menyeka keringatnya.

“Lavia.”

Mudah saja meminta maaf. Lavia pasti akan menerima permintaan maafnya.

Tapi aku tak bisa melakukan itu. Aku mungkin akan menyakiti perasaannya lagi. Karena .... hubungan antara aku dan Lavia tidak setara. Lavia mengungkapkan semua yang ada di tangannya, sementara aku menyimpan semuanya darinya. Itu sebabnya aku ... kurang peka.

Hanya ada satu cara untuk memperbaikinya: berdiri setara dengannya.

“Kamu mungkin suatu hari nanti akan meninggalkanku ketika saatnya tiba kamu menginginkan kehidupan yang berbeda.”

“………”

“Tapi sebelum itu terjadi, aku ingin kita memiliki kedudukan yang setara. Jadi aku…”

...akan memberitahumu rahasiaku.

Saat itulah ketika ia mencoba berbicara,
“Tidak.” Kata Lavia.

Jari telunjuk Lavia yang tipis menyentuh bibir Hikaru.

 “Jangan katakan lagi .... apa yang kamu lakukan untukku bukanlah sesuatu yang bisa aku bayar dengan hanya menggunakan sihirku .... jadi tak perlu bagi kita untuk memiliki kedudukan yang setara.”

Perlahan, dia bangkit berdiri, sedikit goyah.

“Petualangan kita baru saja dimulai. Jangan biarkan sesuatu yang sepele itu menghambat kita.”

“…Iya.”

Aku tak punya kata-kata. Tak pernah kuharapkan ia akan mengatakan tidak. Dia jauh lebih kuat dariku.

“Aku mengerti. Ayo kita pergi.” Kata Hikaru.

“Baik.”

Dia mengulurkan tangannya, dan Lavia menggenggamnya dengan lembut. Tidak ada yang berubah. Hubungan mereka masih belum setara. Tapi kehangatan dari tangannya membuat Hikaru merasa jarak mereka sudah lebih dekat dari sebelumnya.

Setelah menaiki kuda di tepi danau, mereka berdua kembali ke Pond. Saat memasuki kota, tentu saja, tak lupa Hikaru menggunakan Group Obfuscation untuk menyembunyikan keberadaan Lavia.

Itu sangat merepotkan. Setelah melewati gerbang dan membawa masuk Lavia ke kota, Hikaru kembali lagi ke luar, kali ini ia harus menunjukkan kepada penjaga gerbang guild card-nya.

“Jadi bagaimana ibukotanya??” Tanya penjaga gerbang dengan ceria.

“Besar.”

“Gimana gimana? Yaa, jelas besar. Ada lagi? Kayak cewek-cewek cantik, manis, atau punya dada besar?”

“Pikiranmu hanya para wanita, ya?” Para penjaga gerbang tertawa.

Mereka benar-benar orang baik. Aku senang berada di kota ini.

“Tempatnya terlalu besar untuk seleraku.”

“...Begitu ya? Banyak petualang meninggalkan Pond dengan tujuan membuat nama mereka tenar. Kau pergi ke sana agar bisa dipromosikan, kan?”

“Ya. Tapi aku bisa naik rank dari F ke E di sini di Pond.”

“Begitu. Kalau begitu lakukan yang terbaik.”

Penjaga gerbang tampak senang. Seperti yang dia dan resepsionis guild kerajaan katakan, ibukota kerajaan memiliki lebih banyak permintaan dan pekerjaan besar. Bisa dimengerti bahwa para petualang yang tak terhitung jumlahnya akan menuju ke sana. Tetapi kadang-kadang petualang di ibukota kerajaan dapat dipanggil untuk perang seperti apa yang sedang terjadi belakangan ini.

Mungkin ada orang yang melihat perang sebagai kesempatan untuk membuat nama mereka tenar.

Hikaru menyukai kota-kota kecil seperti Pond, di mana semuanya berada dalam jarak berjalan kaki.

Itu bukan berarti ia takkan mempertimbangkan meninggalkan kota ini. Setelah dipromosikan ke rank E, mereka mungkin mengucapkan selamat tinggal untuk pergi menjelajahi dungeon. Jika keadaan menjadi lebih buruk sehubungan dengan identitas Lavia, mereka bahkan mungkin melarikan diri dari kerajaan.

“Apa yang terjadi, Hikaru?”

“Apa?”

“Kamu terlihat senang.”

“Apa menurutmu begitu? Ya mungkin sih.”

Mengingat percakapannya dengan penjaga gerbang di kepalanya, Hikaru menyusuri jalan-jalan Pond saat senja bersama Lavia. Mereka berjalan ke arah Guild Petualang untuk menyerahkan bahan dari Green Wolf hari ini.

Related Posts

Posting Komentar