Chapter 46 - Kota Bawah Tanah Para Dewa Kuno 5

Posting Komentar
The Undetectable Strongest Job: Rule Breaker Novel Bahasa Indonesia
Chapter 46 - Kota Bawah Tanah Para Dewa Kuno 5

Monster Undead yang relatif kuat berada di balik tembok. Poison Gust – monster tipe zombie superior – sering berkerumun bersama-sama melepaskan racun dari tubuh keunguan mereka yang berubah menjadi semakin gelap saat mereka berevolusi.

Hikaru dan Lavia mengambil jalan memutar untuk menghindari mereka tanpa kesulitan.

Seperti yang tertulis dalam buku itu, Living Head adalah monster yang tubuhnya hanya kepala dan terbang melayang. (TLN: Kalau di Indonesia, Kuyang :3 )

Sepertinya mereka bisa melihat cahaya dan terbang mendekat pada lampu sihir yang seseorang nyalakan. Tetapi mereka tidak bisa melihat Hikaru dan Lavia. Jadi setelah memutar kepala mereka sebentar, mereka terbang.

Ada Dark Slime juga – genangan hitam di jalan.

Sungguh aneh kenapa ada genangan air di jalanan gersang, jadi Hikaru tahu itu bukan genangan biasa. Dia pun mencoba memasukkan ranting ke dalam genangan air, dan perlahan-lahan itu tertelan dan melebur. Tak perlu membunuhnya jadi dia mengabaikannya.

“Hal-hal akan berbeda dari sini.”

Mengabaikan monster di sepanjang jalan, mereka melangkah cepat. Di balik tembok pertama adalah distrik Perumahan Pertama dan sekarang mereka akan melewati dinding kedua, ke Distrik Bangsawan. Tidak seperti ibukota kerajaan Ponsonia, di sini tidak ada distrik Perumahan Kedua. Jalanannya berbatu. Pintu-pintu tertutup rapat, tanpa ada bekas penggeledahan dalam bangunan.

Walaupun begitu, masih ada jejak bahwa para petualang pernah menjarah tempat itu, dilihat dari kamp yang dibangun dan pintu yang rusak. Tetapi di sekitar situ tidak ada mayat. Apa mereka berubah menjadi undead? Tetapi tidak ada tanda-tanda seperti itu di Distrik Bangsawan.

Berdiri diam di sana adalah Dead Noble, mengenakan pakaian mewah berhias benang emas dan jelas desainnya belum pernah dilihat Hikaru.

『・・・——・・・・・・——』

Monster itu menggumamkan sesuatu dan Mana keluar dari tangannya. Dengan pelan, massa Mana melayang ke sisi lain bangunan.

Hikaru terus menatapnya dan dari sana satu Undead Citizen muncul.

“... Hei, apa itu?” Lavia bertanya.

“Sepertinya dia mendaur ulang (recycling) monster yang mati.”

Hikaru mendekati Dead Noble dan menikamnya dari belakang. Tampaknya dia bisa membunuhnya dalam satu tujaman.

Aku naik peringkat.

Peringkat jiwanya naik dengan cepat, mungkin karena tingkat Dead Noble lebih tinggi dari Dead Citizen.

Mereka berjalan-jalan di jalanan Distrik Bangsawan.

Setiap rumah – lebih tepatnya, setiap bangunan, sangat besar. Melalui jendela yang terbuka, Hikaru bisa melihat monster undead berjalan di koridor.

Dia memasuki beberapa bangunan. Mendapati benda-benda karya seni seperti vas dan lukisan tetap tak tersentuh.

Namun, harta karun itu ada di dalam brankas yang disegel dengan sihir. Hikaru tidak bisa membuka brankas, tapi dia bisa melihat penyegelnya dengan Mana Detection.

Apa yang menyegelnya mirip dengan penjara sihir yang pernah digunakan untuk menahan Lavia dulu. Satu-satunya perbedaan ialah Mana di dalamnya masih mengalir, setidaknya selama 600 tahun terakhir.

Mereka pasti memiliki semacam sistem yang secara konsisten memasok sihir....

Puisi itu menyebutkan sesuatu tentang kemampuan sihir raja lebih kuat dari sihir roh. Itu mungkin sangat kuat sampai-sampai mampu bertahan selama enam ratus tahun.

Apakah ini akan bertahan selamanya? Setidaknya tidak ada hal seperti itu dalam ingatan Hikaru atau Roland.

Apa teknik sihir ini yang dicari Gafrasti?

Koin dan perhiasan yang tidak ada di dalam brankas berserakan di beberapa rumah bangsawan. Dia mengambilnya. Desain pada koin itu aneh. Hikaru tidak yakin apakah dia bisa menggunakannya kembali.

Sekitar tiga jam telah berlalu sejak mereka berangkat di pagi hari.

“Hikaru, aku bisa melihatnya. Itu istana kerajaan— ”

“Ke sini!”

Kastil itu menjulang dalam kegelapan. Dikelilingi oleh parit, satu-satunya jalan adalah jembatan.

Melihat undead berdiri di sana, Hikaru dengan cepat menarik Lavia ke belakang sebuah gedung terdekat.

Instinct menyuruhnya lari.

Hikaru mengintip dari balik bayangan. Lebih dari seratus zombie, dengan otot bengkak dan tinggi lebih dari dua meter, berdiri berbaris.

Draugr...”

Hikaru hanya melihatnya dalam buku yang ia baca. Draugr adalah monster undead yang mempunyai kemampuan fisik yang sangat tinggi dan indera yang sangat tajam. Bahkan satu rumah saja dapat dengan mudah dihancurkan oleh hanya satu dari mereka.

Komandan mereka adalah seorang Dead Knight yang mengenakan armor plat perak. Matanya hanya tertuju pada jalan setapak menuju kastil.

“…Kita harus bagaimana?”

“Aku tidak yakin...”

Bukan karena mereka sedang berbaris sehingga tidak bisa lewat. Tetapi jika mereka berdua memilih untuk menerobos, mereka akan berada dalam radius satu meter dari monster.

Aku bisa melempar batu atau sesuatu untuk menarik perhatian mereka ... Akan sangat bagus untuk mengurangi jumlah mereka untuk pengintaian ... tapi tidak mungkin, itu hanya akan membuat mereka lebih waspada lagi.

“Bagaimana kalau aku memusnahkan mereka dengan sihir?” Usul Lavia.

“Sihir, ya ... Mungkin bukan ide yang buruk, tapi ada dua masalah dengan pilihan ini. Pertama, monster di dalam kastil akan melihat keributan. Kedua, jembatan itu mungkin akan runtuh.”

“Un..., iya sih, sihirku akan menghancurkan jembatan juga.” Lavia berkata.

“Aku kira kita hanya harus menerobos melalui depan.”

“Menerobos dari depan ...?”

“Tidak masalah.”

Mungkin.

Hikaru memanggil Soul Board-nya dan masing-masing menempatkan satu poin pada Life, Mana, dan Group Obfuscation. Sisa poinnya sekarang jadi nol. Apabila ini kurang cukup untuk menerobos tanpa disadari, dia harus membunuh lebih banyak Dead Noble untuk meningkatkan peringkatnya dan menambahkan poin Obfuscation sampai MAX. Meskipun penjelajahan dungeon akan memakan lebih dari sehari.

“Lavia, saat aku remas tanganmu dua kali, aku ingin kamu matikan lampunya. Terus saat aku lakukan lagi, hidupkan kembali.”

“Kamu ingin mematikan lampu?”

“Karena kita menghadapi Draugr”

“Oh, benar. Mereka punya indera yang tajam.”

Hikaru perhatikan bahwa monster berindera tajam dapat mendeteksi cahaya juga mengingat kembali ketika Living Head melayang di sekitar mereka sebentar. Jadi mereka harus mematikan lampunya supaya mereka bisa melewati Draugrs dan Dead Knight.

“Lavia, jangan lepaskan tanganku. Tetaplah di belakangku.”

Mereka berdua mulai menyusuri jalan lebar yang menuju ke kastil.

Apa kita benar-benar bisa lewat dari depan?

Lavia ingin bertanya, tetapi tidak jadi. Hikaru sudah bilang akan pergi, jadi dia harus percaya padanya. Dia menyesuaikan kecerahan lampu untuk menerangi hanya kaki mereka. Saat Hikaru meremas tangannya dua kali, dia mematikannya.

Kegelapan menyelimutinya. Siluet samar kastil tampak mencair ke dalam gelap.

Lavia melihat lampu hijau di mata para Draugr. Itu sekecil lubang jarum, terlihat jelas dalam kegelapan. Langkah kaki Hikaru lambat, tapi pasti. Lavia tidak tahu itu karena berkat Detection Mana-nya.

“!”

Kemudian, dia hampir menjerit ketika dia menginjak batu dan menekuk pergelangan kakinya.

Mengambil napas, dia berjalan maju sekali lagi.

Logam berdentang. Hikaru berhenti. Sekarang mereka berada kurang dari 10 meter ke Dead Knight. Sekarang kita harus bagaimana? Apa kita akan kembali?

Lavia ingin bertanya, tetapi dia tidak bisa membuka mulut. Tidak sekarang. Angin berhenti bertiup, dan dia berkeringat.

Sekali lagi, suara logam berdentang. Lavia merasakan cengkeraman Hikaru di tangannya sedikit melonggar. Hikaru terus berjalan, dan dia mengikuti. Berapa meter kita dari Dead Knight?

Lima? Tiga?

Dentangan lagi.

“!?”

Lavia tersentak. Suara itu datang tepat dari samping telinganya. Dia hampir memuji dirinya karena tak mengeluarkan suara.

Hikaru mempercepat langkahnya dan dia menyamakannya.

Bau mengerikan membekap hidung mereka. Pasti dari para Draugr, pikirnya. Hikaru berhenti, belok agak ke kiri, lalu berjalan lurus, terus ke kanan. Lavia tahu bahwa Hikaru menghindari para Draugr. Meskipun dia tidak tahu bagaimana Hikaru bisa tahu letak mereka yang sebenarnya.

Kemudian Hikaru berdiri diam, berbalik menghadap Lavia, dan tiba-tiba, dia memeluknya.

“!?”

Di lengannya, mereka bergerak perlahan, setengah langkah sekaligus. Bau busuk parah itu menjadi tak tertahankan. Merasa mual, air mata mengalir di mata Lavia.

Apa para Draugr benar-benar dekat satu sama lain? Mungkin aku seharusnya memusnahkan mereka semua menggunakan sihir apiku tadi, pikirnya.

Cengkeraman Hikaru mengendur. Menarik tangan Lavia, dia berjalan lebih cepat dari sebelumnya. Dia tahu mereka berhasil melewati monster. Bau busuk juga hilang. Hikaru meremas tangannya dua kali.

Aku tahu. Kita berhasil, kan? Lavia meremas kembali. Sekali lagi, Hikaru meremas tangannya dua kali.

Aku baik-baik saja lho. Merasa Lelah, dia menjawab. Lagi-lagi Hikaru meremas tangannya dua kali.

Itu sulit bagimu juga, ya? Apa kamu khawatir padaku? Atau ... ingin dimanja? Sambil nyengir, Lavia meremas dua kali. Hm, jadi kamu punya sisi seperti dalam dirimu ya ... Ehehe ...

Hikaru berhenti.

“Uh, bisa kamu nyalakan lagi lampunya?”

 Dia berbisik ke telinganya.

Desain istana kerajaan berbeda dari yang sekarang. Mungkin akan memakan waktu satu jam untuk berjalan di sekitar tempat itu.

“Ayo kita periksa bagian dalamnya.” Kata Hikaru.

“………”

“Lavia?”

“Tidak apa. Ayo pergi.”

Hikaru pikir dia menolak untuk menyalakan lampu sebelumnya. Ketika dia akhirnya bertanya langsung padanya, dia akhirnya melakukannya.

Lavia berpegangan tangan dengan Hikaru sementara memegang lampu dengan tangan satunya. Dia memalingkan wajah darinya.

Untuk suatu alasan, telinganya merona merah.

Dead Noble berkeliaran di dalam kastil, tetapi tidak ada pemandangan Dead Knight yang bisa dilihat. Hikaru mengambil kesempatan untuk membunuh mereka semua dan mendapatkan tiga peringkat.

Dengan ini, peringkat jiwanya sekarang 27, sedangkan Lavia 24.

“Ke mana kita pergi dari sini? Ruang tahta?” Tanya Lavia.

Mereka makan roti, daging kering, dan buah-buahan kering untuk makan siang. Di dalam pekarangan istana, para Dead Noble yang Hikaru bunuh dengan satu serangan tergeletak.

“Membersihkan dungeon berarti mencari harta karun, kan...?” Kata Hikaru.

“Itu benar.”

Lavia tiba-tiba bersemangat.

“Kalau begitu, pertama-tama kita harus menemukan gudang harta. Selain itu ... Aku juga ingin tahu bagaimana kota ini runtuh, jadi alangkah baiknya jika kita bisa menemukan petunjuknya ...” 

“Petunjuk? Apa kamu berencana untuk mewawancarai undead atau semacamnya?”

“Itu akan jadi pilihan terakhir kita. Kalau aku lakukan itu pun mereka pasti
 akan melihat kita .... Dugaan sementaraku ibukota kerajaan tenggelam ke bawah tanah dan kemudian semua orang berubah menjadi Monster Undead. Aku ingin tahu adakah catatan-catatan peristiwa yang ditinggalkan di sana?”

“... Iya mungkin ada. Seorang raja punya sekretaris di sampingnya dan mungkin merekalah yang mempunyai beberapa catatan tentang kejadian pada masa itu.”

“Di mana aku bisa menemukannya?”

“Karena itu merupakan barang rahasia kerajaan, jadi catatannya mungkin berada di kantor raja, atau di arsip khusus untuk keluarga kerajaan.”

“Jadi kita harus memeriksa ruang tahta, kah.”

Melemparkan potongan terakhir dari buah kering ke mulutnya, Hikaru berdiri.

“Baiklah. Ayo cari harta karun dulu. Tempat ini tidak seperti rumah bangsawan. Aku ingin menemukan sesuatu yang berharga.”

Related Posts

Posting Komentar