Chapter 7 - Mangsa Hidup

Posting Komentar
Soul Eater of the Rebellion Novel  Indonesia
Chapter 7 - Mangsa Hidup

“…Dimana aku?”

Ketika aku sadar, aku sedang terbaring di tempat yang tidak dikenal.

Harapan untuk diselamatkan memenuhi dadaku karena aku berharap untuk tidak pernah bangun lagi.

Meskipun di tempat gelap gulita dan tidak tahu di mana aku, paling tidak, tidak ada tanda-tanda Lord of Flies di sini.

Sementara aku merasa lega dengan kenyataan itu, aku mencoba bangkit.

Tapi ...

“…Hah?”

Tubuhku tidak bergerak. Mati rasa total mencegahku untuk menggerakkan anggota badanku.

Aku nyaris tidak bisa menggerakkan leherku, tetapi selain itu, bahkan satu jari pun tidak ada yang mau menuruti keinginanku.

Aku merasa ngeri dengan perasaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.

Berbicara mengenai hal yang menyeramkan, aku mendengar suara-suara misterius yang datang dari suatu tempat.

Ada suara keremus mengkeremus sesuatu yang sulit diremukkan.

Ada suara samar mengunyah sesuatu yang basah.

Dan ada suara menghirup sesuatu yang lengket.

Entah mengapa, suara-suara itu membuatku merinding.

Aku sama sekali tidak bisa melihat apa yang terjadi, tetapi rasa takut mulai menguasaiku.

Aku berusaha mati-matian untuk menjauh dari tempat suara itu berasal, tetapi tubuhku yang mati rasa tidak bergerak sama sekali.

Kemudian, pada saat itu-

Aliran cahaya tiba-tiba memasuki bidang penglihatanku yang terbungkus dalam kegelapan total.

Cahaya itu berasal cahaya bulan yang menyinari dari atas.

Diterangi oleh cahaya bulan, tempatku berada mulai menjadi jelas.

Ternyata aku berada di ruang seukuran rumah besar.

Batuan kasar di sekitarku tidak menyerupai arsitektur mana pun, jadi aku menduga bahwa ini pasti bagian dalam gua alami.

Namun, meski aku sebut ini gua, aku tidak bisa melihat lubang samping yang menyerupai jalan keluar.

Jadi jika aku ingin keluar dari tempat ini, aku harus keluar lewat lubang yang menganga di atasku.

Tapi lubang itu sangat jauh di atas tanah. Aku bisa pergi lewat sana jika aku bisa terbang.

Dari sudut pandang lain, siapa pun yang menggunakan tempat ini harus mempunyai kemampuan terbang karena mereka masuk-keluar lewat lubang besar itu.

Itu berarti…

“... Sarang Lord of Flies.”

Aku bergumam seolah sedang merintih.

Salah satu harapanku untuk diselamatkan bocor dari dadaku bak seperti tumpukan pasir.

Tidak, daripada itu, kalau ini memang sarang Lord of Flies ... maka suara yang aku dengar barusan itu ...

Perlahan-lahan aku menggerakkan leherku sambil merasa takut untuk melihat ...

Aku tahu aku pasti akan menyesalinya jika aku melihat, tetapi aku tidak bisa memilih untuk tidak melakukannya.

Dan kemudian, aku langsung menyesal seperti yang aku harapkan.

“…… .. * Híííííí *” (memekik)

Ada petualang lain di sini. Dari apa yang Lunamaria katakan padaku, dia mungkin salah satu petualang yang hilang.

Dia dalam kondisi yang sangat mengenaskan.

Kedua tangannya sudah hilang sampai hampir ke pangkal pundaknya.

Kedua kakinya sudah hilang sampai ke pahanya.

Banyak sekali belatung-belatung yang menggeliat-geliat di semua lukanya. Tulang dan dagingnya yang berwarna merah terlihat.

Belatung dari ukuran jari sampai seukuran kepalan tangan semuanya berlomba-lomba berebut untuk menggerogoti tulang petualang, mengunyah dagingnya, dan meminum darahnya.

“... * Híííí * ?!” (memekik)

Tapi kengerian itu belum berakhir di sana. Belatung seukuran sebutir beras juga merayap keluar dari hidung, mulut, dan telinga petualang itu.

Hanya matanya yang masih aman. Kemudian tepat ketika aku berpikir demikian-

—Mata kami bertemu.

Dia tampak seperti di ambang kegilaan karena kengerian dan keputusasaan, tetapi aku yakin bahwa pada saat itu, kami telah mengenali keberadaan satu sama lain.

Bukti itu adalah matanya terbuka lebar pada saat itu dan dia membuka mulutnya untuk mencoba menyampaikan sesuatu.

... Tapi yang keluar dari mulutnya bukanlah kata-kata, melainkan belatung-belatung dalam jumlah amat banyak.

“* AHHHHHHHHH * !!”

Dia masih hidup. Dia masih sadar meskipun anggota tubuhnya, hidung, mulut, dan telinganya dimakan.

Seekor Lord of Flies menangkap mangsanya hidup-hidup dan membawa mereka kembali ke sarangnya untuk memberi makan larvanya.

Dan kemudian larva menggerogoti tubuh mangsa hidup secara perlahan-lahan agar tidak segera membunuh mereka.

Informasi yang aku pelajari dari buku yang aku baca ternyata benar.

Adegan mengerikan yang aku saksikan di depanku ini akan menjadi takdirku dalam waktu dekat.

Saat aku menyadari kenyataan itu...

“TIDAAAAAAAAAAAK !!!”

Aku menjerit karena aku tak tahan lagi.

    Seakan-akan belatung sekitar menganggap itu sebagai sinyal, mereka semua datang mengerumuniku pada saat yang sama.

    Related Posts

    Posting Komentar