Chapter 27 Part 2 - Kembali ke Akademi dan Perang Saudara [3]

Posting Komentar
Chapter 27 Part 2 - Kembali ke Akademi dan Perang Saudara [3]

“Te-Tessa!?”

“Kau baik-baik saja, oi!?”

“C-cepat bawa dia ke rumah sakit!”

Reyes-san yang melihat kegemparan kelas A,

“Puh-ahahahahaha! Lemah lemah! Apa kelas A ini hanya sekumpulan orang-orang lemah!?”

Dia tertawa sambil bertepuk tangan. Sebagai tanggapan, keempat orang di belakangnya juga ikut menertawakan Tessa.

(…Tessa)

Tessa mungkin jauh lebih unggul dalam hal ilmu pedang biasa.

(Namun, melihat mereka sebagai 『pendekar pedang』 ... Reyes-san jelas lebih baik.)

Satu-satunya perbedaan antara keduanya ialah ada dan tidak adanya Soul-dress. Apa kau bisa memanifestasikan Soul-dress-mu sebagai pendekar pedang …… itu adalah poin penting. Bahkan, ini menentukan apa kau bisa menjadi Ksatria Suci Senior atau tidak.

Itulah mengapa kekuatan Soul-dress sangat penting.

Saat kami pilu atas kekalahan Tessa,

“Indent -〈Kongomaru〉!”
“Coil -〈Sarasouju〉!”
“Play -〈Flame Children〉!”
“Pierce -〈Awl〉!”

Empat orang yang tersisa secara bersamaan mewujudkan Soul-dress mereka.

“Serius nih...!?”

“Orang-orang ini, hanya dalam satu bulan, mereka menguasai Soul-dress...!?”

“Cih, jadi mereka bukan hanya di mulut saja...”

Kelas A menjadi gempar saat menatap situasi yang tak terduga. Sementara itu, aku sendiri diam-diam menghunuskan pedangku dan berdiri di depan mereka.

“Allen, aku akan membantumu!”

“Aku juga…”

Ria dan Rose segera berdiri berdampingan di sampingku.

“Maaf, tapi bisakah kalian biarkan aku sendiri yang mengurus ini.”

“A-Allen!? Lawanmu adalah 5 pengguna Soul-dress, lho!?”

“Pasti akan sulit sendiri...”

Meski mereka bilang begitu, aku tidak akan berubah pikiran.

“Maaf. Tak peduli apa ... kali ini, aku ingin melakukannya sendiri.”

“.....Begitu, aku mengerti. Tapi, berjanjilah untuk tidak melakukan hal yang berlebihan, oke?”

“...Kalau kamu merasa itu terlalu sulit, langsung mundur.”

“Aa, terima kasih”

Ria dan Rose dengan enggan menerima permintaanku.

Lalu aku melirik ke lima orang di depanku.

(...Kalau itu hanya aku, aku bisa memaafkannya. Seperti yang dikatakan Reyes-san, aku dipandang sebagai pendekar pedang gagal selama di Akademi Menengah, dan aku tidak diterima di perguruan pedang mana pun. Dengan demikian, takkan terhindarkan bahwa masyarakat akan memanggilku ‘Si Gagal’.)

Tapi, aku tidak bisa memaafkan mereka karena merendahkan Rose dan semua orang dari Kelas A...

Rose bukan si pemburu hadiah yang kotor. Bukan hal yang buruk untuk mendapatkan hadiah, toh semua orang takkan bisa hidup tanpa uang.

Siswa kelas A tidak lemah. Setelah sebulan melatih otot yang mereka lakoni dengan ulet dan keras — para jenius yang berusaha keras ini tidak mungkin lemah.

(Aku harus memastikan bahwa Reyes-san dan yang lainnya, memahami dengan baik bahwa mereka salah...)

Inilah cara terbaik untuk menyampaikannya dengan jelas.

(Apabila lima orang ini kalah dariku, mereka tidak akan punya alasan lagi untuk memanggilku “Pendekar Pedang Gagal”)

Terlepas dari seberapa keras mereka berusaha, mereka harus mengakui bahwa mereka salah.

Untuk Rose, temanku yang berharga. Untuk semua orang di kelas A, yang menunda pelajaran Soul-dress hanya demi orang sepertiku.

(Aku benar-benar harus memenangkan pertarungan ini!)

Saat aku memutuskan tekadku.

Secara misterius, bagian dalam tubuhku memanas ––– terasa seperti kekuatanku mulai meningkat.

(...Begitu ya, jadi ini terjadi karena “Kesiapan” huh?)

Aku akhirnya paham apa yang dikatakan orang itu.

Keyakinan akan kemenangan pantang kalah. Semangat juang untuk semua orang. Dengan bangga atas nama kelas A.

Dengan ini sebagai sokongan, pikiranku akan jadi lebih kuat ––– dan itu akan membuka jalanku ke penguasaan Soul-dress!

Saat aku menyadari kekuatan misterius yang meluap dalam diriku,

“Hee, jadi kau akhirnya merasa ingin debut, heh? Pendekar Pedang Gagal-san.”

“Fufu, aku akan mengalah kalau kau menangis dan bersujud minta ampun...”

“Hah, oi kau mungkinkah ... kau berniat menghadapi kami sendirian?”

“Sangat ceroboh ... ini malah membuat kami seperti mengeroyok yang lemah...”

“Untuk tak memahami perbedaan kemampuan antara kita pula ... sangat menggelikan.”

Sambil memakai Soul-dress, mereka tertawa berani. Ada ekspresi angkuh di wajah mereka.

Tapi …… aku mengerti sesuatu setelah berdiri di depan mereka.

(Aku tidak merasakan ‘tekanan’ dari Soul-dress Reyes-san dan yang lainnya ...)

Saat aku menghadapi mereka ––tekanan luar biasa yang terasa seakan mengerdilkan seluruh tubuh – tidak ada.

Aku memasang sikap Seigan no Kamae dan berseru, 

“Baiklah ... bagaimana kalau kita mulai?”

“Oo~, terserah kau–”

“Baiklah kalau begitu–”

Saat berikutnya, aku menutup jarak dalam sekejap – dan menghancurkan ketiga naga dengan satu pukulan.

Tulang-tulang itu berguling-guling ke kaki Reyes-san, dan kelimanya terdiam.

“…Ha?”

Aku menerobos pertahanannya, dan memukul lehernya yang penuh dengan celah.

“Mustahilll...!?”

Dia menderita pukulan yang parah di lehernya dan pingsan dengan bola matanya hampir berputar ke belakang kepalanya.

“Kalian tahu? Soul-dress rupanya memiliki sesuatu seperti 『tingkatan』”

Mungkin, semua soul-dress kelima adalah peringkat rendah. Atau karena kurangnya pengalaman (masih amatir), mereka belum mampu menarik kekuatan yang cukup dari inti roh mereka.

“Fu, Dust Earthquake!”

“Souju Binding!”

“Flame Body!”

“Great pierce!”

Dengan wajah terbakar amarah, empat yang tersisa melepaskan kekuatan Soul-dress mereka dan melancarkan serangan secara bersamaan.

Di lain sisi, aku,

“Eight Sword – Yatagarasu”

Aku melepaskan delapan tebasan dan menghancurkan semua soul-dress mereka.

“T-Tidak mungkin...!?”

“I-ini bohong, kan...?”

“Mustahil...”

“Tidak bisa dipahami...!”

Mereka bergumam linglung, menyaksikan soul-dress yang menghilang,

“Memang ... soul-dress adalah kemampuan yang kuat. Tapi, kalau yang menanganinya belum matang, efeknya takkan bisa sepenuhnya diwujudkan.”

“Vargargand” Sid-san adalah contoh sempurna.

Hanya karena dia memiliki kemampuan fisik yang luar biasa sehingga soul-dress-nya bisa menunjukkan keganasannya.

Andaikan Reyes-san yang punya ‘Vanargand’, mungkin dia takkan menjadi ancaman yang besar bagiku.

Kemudian saat berikutnya ketika aku menyarungkan pedangku ke sarungnya – mereka semua ambruk di tempat.

Mereka mungkin bahkan tak menyadari bahwa aku telah memukul leher mereka tepat setelah Yatagarasu.

“Yah, kalian semua hanya – kurang latihan.”

Beginilah caraku menyapu bersih perang saudara yang tiba-tiba ini.

Related Posts

Posting Komentar