Chapter 57 – Kota Akademi Utara

Posting Komentar
The Undetectable Strongest Job: Rule Breaker Novel Indo
Kota Akademi Utara

Penerjemah: Ra
Editor: Kyaanovel

“Umm…i-ini lebih mencolok dari yang kuduga.”

“Terlihat cocok untuk anda lho.”

“T-Tapi aku belum pernah memakai pakaian seperti ini sebelumnya...”

“Anda akan segera terbiasa. Saya yakin pacar anda juga akan senang.”

“H-Hikaru bukan pacarku...”

“Baiklah, tolong ikuti saya.”

“Aaaahhh…”

Yaampun, aku bisa mendengar mereka dari sini… batin Hikaru saat ia menunggu. Mereka sedang berada di salah satu butik paling terkenal di Forestzard. Pintu ruang ganti terbuka dan pegawai toko melangkah keluar, diikuti oleh Lavia yang merona merah.

“Ah...”

Hikaru terpana.

Lavia mengenakan gaun yang mereka minta buatkan 10 hari yang lalu. Bagi Hikaru, 10 hari adalah waktu yang lama, tetapi di dunia ini biasanya memerlukan waktu sampai dua bulan agar pakaian yang dipesan bisa dibuat, jadi yang ini sudah termasuk lebih cepat. 

Bahannya menggunakan sisik Obias, bahan berkualitas tinggi yang berasal dari monster. Hikaru memilih bahan tersebut karena tidak mudah kotor dan warnanya akan sangat indah apabila diwarnai, perlengkapan yang sangat populer di kalangan ‘Petualang wanita kelas satu’ . Seperti matanya, gaun itu juga berwarna biru sebiru kedalaman laut dengan krem dan sulaman.

Dia tidak lagi memakai topi. Rambutnya, yang masih pendek masih terdapat beberapa corak abu-abu yang tersisa setelah menghilangkan semir rambut yang dipakainya. Panjangnya akan segera kembali seperti wanita umumnya dan akan berwarna perak sepenuhnya seiring waktu.

Sebuah syal dengan pola kotak – yang sedang trending di Forestzard – melingkari lehernya. Sepertinya boble di bagian ujung juga merupakan bagian trend tersebut.

[TlNote: Ehh…gimana ngejelasinnya. Bobble itu semacam bagian serat pakaian yang rusak dan menempel di pakaian itu, kayak handuk baru yang di cuci ntar bakal ada benang kecil yang nempel, itu bobble…yah nggak penting juga sih.]

Dia sangat imut… itulah kesan jujur Hikaru. Ia terpikat. Saat Hikaru pertama kali bertemu dengannya, ia pikir kecantikannya bukan berasal dari dunia ini, sesuatu yang hanya bisa kau temukan di karya fiksi. Itu sebagian karena mata tanpa vitalitas miliknya dan kulit yang pucat karena lamanya dia tak keluar rumah. Tetapi kini setelah ia terbiasa berjalan di luar, kulitnya mulai terlihat lebih sehat. Dia berubah dari gadis polos menjadi gadis cantik.

“B-Bagaimana penampilanku...?”

“Ah, umm … kamu terlihat sangat imut.” jawab Hikaru yang entah bagaimana menggunakan bahasa sopan.

Dengan senyum cerah Lavia, mereka meninggalkan toko.

Sebuah jubah – berwarna cokelat pucat — yang dibuat oleh Dodorono juga telah tiba. Terbuat dari kulit monster Naga yang bersifat mengamuflase yang beratnya sangat ringan. Begitu ringan sampai-sampai resepsionis Guild mengira ia sedang memakai kapas.

Karena tiada lagi yang perlu dilakukan di Forestzard, Hikaru menyewa kereta menuju Scholarzard. Hikaru bisa melakukannya karena banyaknya harta yang dimilikinya sekarang.

“〜♪”

Desain interior dan bantal kelas satu. Tetapi bahkan tanpa itu, Lavia sedang dalam suasana hati yang baik akhir-akhir ini. Dia memilih duduk di sebelah Hikaru meski masih ada tempat yang begitu longgar untuk empat orang.

Dia tak harus memakai topi dan menyamar sebagai pria lagi, mungkin karena itulah dia senang? Yah, lagipula sekarang dia sudah bebas.

Sementara pakaian bagusnya memang menarik perhatian, penampilannya juga merupakan faktor utama. Dia menarik perhatian saat mereka berada di jalanan Forestzard. Para pria terus berusaha menggodanya meski ada Hikaru di sampingnya. Lelah menolak mereka semua, dia pun mengaktifkan Group obfuscation.

Aku harus pikirkan dulu apa-apa yang harus dilakukan nanti saat kami tiba di Scholarzard.

Mereka mungkin akan sering terpisah saat dia mendaftar di Institut Riset Akademi Nasional. Dia rencananya akan mempelajari semua hal yang berkaitan dengan Stealth, dan dia belum memikirkan soal apa yang akan Lavia lakukan selama di situ. Hikaru berharap Lavia juga bisa belajar apa yang dia inginkan.

Ya ... Kurasa itu bisa dipikirkan setelah sampai di sana nanti.

Kereta bergerak menuju ke utara...

Scholarzard berjarak dua hari perjalanan dengan kereta. Sebuah kota terbentang di kaki gunung, Institut Riset Nasional berada di dataran tertinggi. Meski sekarang sedang di puncak musim panas, udara masih sejuk selama tidak berada di bawah matahari langsung. Hikaru ingat saat dia pergi ke Hokkaido. Iklim Scholarzard sangat mirip — dari udara yang sejuk dan menyegarkan hingga padang rumput luas yang terhampar di luar kota.

Ibukota Ponsonia jauh lebih besar dari Forestzard. Tetapi berbanding terbalik saat menyangkut kota satelit. Scholarzard lebih besar daripada Pond, dengan populasi sekitar 40.000 jiwa. Bukan hanya karena adanya akademi, namun karena kota ini juga penting sebagai tempat perdagangan di antara aliansi.

Kebetulan, Forestzard terletak di ujung selatan aliansi, di mana tanahnya subur dan orang bisa hidup dengan nyaman. Bagian utara sebagian besar adalah pegunungan dan hutan konifer.

[TlNote: Hutan konifer adalah hutan yang didominasi oleh vegetasi berdaun jarum. hutan ini banyak terdapat di daerah iklim sedang sampai dingin dan memiliki ciri-ciri vegetasinya memiliki ketinggian yang relatif sama, berbatang lurus, dan berbentuk kerucut seperti pinus, cemar dan cedar. Saus brainly.]

“Orang selanjutnya...”

Sebelum mereka bisa memasuki Scholarzard, penjaga harus memeriksa kartu Guild (Guild Card) mereka. Hikaru mengangguk kecil padanya lalu menyerahkan kartunya dan disuruh menyentuh tablet batu yang berfungsi sebagai pemindai catatan kriminal. Tidak ada catatan apapun tentunya. Lavia juga menunjukkan kartunya – kartu rank-G – dengan senyum lebar, penjaga membiarkannya lewat tanpa bertanya apapun.

“Eh? ... Ah, pasti karena punyaku adalah kartu Guild Ponsonia ya.”

Sepertinya mereka meringankan pemeriksaan untuk orang yang berasal dari negara yang sama.

“Ehehe, aku memasuki kota dengan kartu Guild-ku sendiri.”

Bahkan hanya karena hal seperti itu cukup membuat Lavia senang. Saat mereka berada di Forestzard mereka bergerak cepat sembari mengaktifkan Group Obfuscation untuk mendapatkan kartu Guild Lavia. Mereka berhasil mendapatkannya beberapa hari yang lalu.

“Ayo pergi.” Kata Hikaru.

“Iya.” Balas Lavia.

Mereka berdua akhirnya menginjakkan kaki di Scholarzard.

Pusat kota – atau tepatnya, jantungnya, yaitu Institut Riset Akademi Nasional, lebih dikenal secara umum sebagai ‘Akademi’ – terletak di ujung utara Scholarzard. Sebenarnya kota ini sudah terlebih dahulu ada sebelum akademi ada.

Jadi, di pusat geografis kota ialah institusi publik – kantor pemerintahan, Guild Petualang, Guild Perniagaan dan semacamnya. Di sekitar area itu ada restoran, pertokoan, toko kerajinan dan daerah perumahan berada di bagian terluar.

Ada pasar terletak di sebelah gerbang utara dan selatan. Sehingga mereka yang berada di industri transportasi (ED: Ini seperti distributor yang mendistribusikan barang-barang komoditi ke pasar, maybe, soalnya sedikit bias di bagian ini) tidak harus pergi jauh-jauh ke pusat kota untuk melakukan bisnis.

“Tidak ada bangsawan di negara ini ya?” Kata Hikaru.

“Kedengarannya begitu. Hal seperti itu sangat langka lho.”

“Jadi begitu ya?”

“Ya, di negara lain seperti Ponsonia dan Quinbland memiliki sistem kebangsawanan. Tujuh anggota Forestia memiliki budaya sendiri dan benci meniru negara lain. Itu jelas dinyatakan dalam piagam pendiri yang ditulis seratus tahun lalu ketika aliansi dibentuk.”

“Budaya sendiri kah…”

“Sebagai gantinya mereka mempunyai ‘Klan’ dan ‘Keluarga Besar’. Begitulah yang dijelaskan dalam buku.”

“Hmm…”

Hikaru berpikir itu tidak ada bedanya dengan bangsawan. Dan seperti yang dia duga, Klan dan Keluarga Besar yang disebutkan di atas memang memegang otoritas mereka di negara masing-masing.

Sekarang aku mengerti kenapa Ratu dan Menteri itu mengalami kesulitan.

Hikaru bersimpati pada mereka, meski hanya sedikit.

“Oh, pasti itu akademinya.”

Salah satu ciri khas dari Scholarzard adalah bahwa setiap lembaga publik memiliki menara. Di atap akademi ada genteng merah tua yang terlihat seperti sisik. Dindingnya terbuat dari batu, dengan plester putih di antara celahnya. Kayu coklat gelap digunakan sebagai pilar, mungkin walnut atau rosewood – termasuk ciri khas juga.

Akademi itu sendiri dikelilingi parit yang berisi air. Total ada lima jembatan — di utara, selatan, timur, barat, dan tenggara.  Meskipun keamanannya tak terlalu ketat, tembok luarnya bisa bertahan kalau ada pengepungan. Ada banyak pohon yang ditanam dalam jumlah teratur di tempat itu, sehingga terlihat seperti taman dari luar.

Sekali lagi, seseorang harus menunjukkan kartu identitas mereka agar bisa masuk ke akademi. Setelah ditanyai tujuan kedatangannya, dia sekali lagi diminta untuk menyentuh tablet batu.

Ada berbagai macam ras yang keluar masuk Akademi. Spirit Elf, pria besar berbulu dan lainnya. Umur mereka beragam namun tidak ada yang terlihat cukup tua.

Salah satu yang cukup muda – seumuran dengan Hikaru – mengenakan jaket yang sama, seragam untuk siswa muda. Berwarna biru tua berlambang singa yang menggigit pena tersulam di dada – lambang Akademi.

“...Tidak terlihat cocok dengan gaunku…” Kata Lavia, tampak sedih. Hikaru tidak bisa menahan tawa mendengarnya.

“Kenapa kamu tertawa?”

“Maaf maaf ... aku hanya senang kamu menyukai gaunnya. Kita bisa beli gaun baru untukmu, lagipula aku berniat untuk tinggal di sini sementara.”

“Betulkah?” Tanya Lavia, matanya berbinar senang. Melihat ekspresinya membuat Hikaru ingin membelikan semua pakaian yang dia inginkan.

“Oh jelas.”

Related Posts

Posting Komentar