The Undetectable Strongest Job: Rule Breaker - Chapter 65 Bahasa Indonesia

Posting Komentar
Chapter ini penerjemahnya sudah beda lagi gan, penerjemah sebelumnya sudah nggak sanggup gara-gara ada urusan rl katanya.. Dan kebetulan ada yang menawarkan diri sebagai penerjemah baru Rule Breaker. Belum ada nick, jadi saya gunakan inisial HA.

Tanpa perlu penjelasan lebar, saya ucapkan, happy reading and see you next time…~

Chapter 65 - Penyelamatnya

[Sudut pandang : Lavia]

Mansion kami adalah duniaku. Cukup besar untuk dihuni manusia, tapi terlalu kecil untuk ditinggali seumur hidup. Aku pikir itulah kenapa aku menyukai buku. Aku seolah bisa pergi ke mana saja ketika membacanya. Tentu — walaupun aku bisa membacanya, ada banyak tempat yang tidak bisa aku bayangkan. Seperti apa itu lautan? Apa itu gunung? Apa itu danau? Dan apa itu sungai?

Begitu ayahku mengetahui bakat sihirku, aku tak bisa lagi pergi keluar. Seorang pelayan yang merasa iba padaku mengajarkanku berbagai hal yaitu bagaimana cara membaca buku, tempat yang tak pernah ia lihat, dan apa yang dimaksud mencintai seseorang.

Pelayan itu diberhentikan setelah ia ketahuan mengajarkan hal yang tak perlu padaku. Aku pula tak bisa mengucapkan “Selamat tinggal” padanya. Suatu hari ia menghilang, dan saat aku menanyakan kabarnya, ia memberikan jawaban samar, “Dia tak akan pernah melihatmu lagi.”

Aku menghabiskan hari-hariku membaca buku. Aku membaca buku karena aku tahu sebuah kata “mengurangi rasa hampa” dari membaca. Setiap hari aku merasa hatiku semakin menipis. Akhirnya, dia akan menggunakanku sebagai senjata. Hanya gambaran kelam tentang masa depanku yang terbentang di hadapan.

Suatu malam hujan deras.

Seorang anak laki-laki, sedikit lebih tua dariku, menyelinap masuk ke dalam rumah dan membunuh ayahku yang tinggal di mansion itu. Tidak tahu mengapa, tapi aku tak takut padanya. Setelah itu, ia membebaskanku yang tengah dikawal menuju ibukota.

Dia seperti pahlawan yang aku baca dalam novel. Sebab meski aku bilang padanya aku cuma beban berat, dia masih dengan mudahnya menyelamatkanku. Dia bahkan menaklukkan dungeon.

Hari-hari hidupku yang sudah kehilangan warna, berubah cepat menjadi penuh warna. Ada hutan menyebar jauh dan luas di luar kota. Karavan datang dan pergi silih berganti di jalan-jalan. Ada jembatan kecil membentang di atas sungai. Hotdog yang lezat sekali meski Hikaru bilang itu terlalu pedas.

Aku tahu hikaru menyembunyikan sesuatu yang penting. Tapi aku tak meragukannya atau pun kehilangan kepercayaan padanya. Karena bagiku ia adalah penyelamat hidupku. Pahlawan yang memberiku kebebasan, dan ….mungkin…. orang pertama yang kucintai.

Aku diberitahu bahwa ia mempunyai kemampuan khusus yang disebut Soul Board. Karena dia memberiku skill Stealth jadi aku tak punya pilihan selain percaya itu benar. Aku tak tahu apa dia menyadarinya, tapi menurutku kemampuannya itu luar biasa. Jika dia menyadarinya, dia bisa secara massal menghasilkan sepasukan ahli pedang. Dia bisa menjadi seperti dewa. Jadi aku bisa mengerti kenapa dia menyembunyikan rahasia itu.

Ketika dia memberitahuku tentang ini, aku bahagia sekali karena itu berarti ia sudah mempercayaiku, sampai-sampai hampir ingin menangis. Itulah sebabnya aku ingin berguna untuknya. Dia tak harus menanyaiku apa-apa yang ku inginkan. Jika Skill Point membatasi hanya beberapa yang bisa ia tingkatkan kemampuannya, maka aku bisa menebus kekurangannya.

Bagaimanapun …. Dia sudah memberiku terlalu banyak.

***

Pagi hari berikutnya. Setelah bersiap-siap, mereka pergi keluar kota. Padang rumput menyebar di depan mereka di lereng yang landai, dan di luar itu ada hutan. Pegunungan subur menjulang di utara. Mereka memberhentikan kereta kuda di jalan dan menumpang untuk pergi ke arah utara.

Hikaru merasa seperti beban terangkat dari bahunya setelah menceritakan semuanya kepada Lavia. Mungkin ada perubahan dalam pola pikir Lavia, karena dia sering berdekatan dengan Hikaru lebih dari biasanya. Hampir setiap waktu mereka berpegangan tangan.

Mereka menghabiskan satu hari dalam perjalanan, mereka tiba di sebuah kota kecil di kaki gunung. Setelah memperoleh kamar di penginapan, mereka pergi ke kota untuk makan malam. Cahaya matahari terbenam berwarna kemerahan telah mewarnai kota

“Besarnya matahari terbenam itu.” Gumam Lavia, tanpa sadar, menatap matahari yang seakan tenggelam ke hutan barat.

Mereka bisa mendengar suara tawa riang anak-anak bermain di suatu tempat. Aroma daging panggang melayang di udara memenuhi Hikaru akan rasa lapar, dan mereka memasuki sebuah kedai minuman. Tidak ada tempat lain untuk makan selain kedai itu.

“Oooohh, pelanggan kecil. Apa kalian pengembara?” seorang pemilik yang murah hati, yang tampaknya bahagia, datang untuk mengambil pesanan mereka.

“Bisa dianggap seperti itu. Bisa kau beri kami makanan yang direkomendasikan?”

“Baik.”

Tempat itu setengah penuh. Entah dia seorang penyair atau pengamen, seorang wanita pemain kecapi berada di sudut toko. Dia, dengan rambut merahnya, duduk di bangku memegang kecapi, dan mulai memainkan alat musiknya lalu bernyanyi.

-----pada zaman dahulu, hiduplah seorang pria yang mewarisi darah burung phoenix. Dia bergegas keluar dari rumah yang jenuh untuk mencari kebebasan.-----

Itu adalah kisah heroik dengan seorang pria sebagai protagonis. Isi bait-baitnya juga berhubungan dengan klan Rumanian seperti Harimau Kuning dan Naga Merah.

Pemilik membawakan mereka sosis, ham, dan beberapa sayuran, dan mereka memakannya sambil mendengarkan lagu. Pria yang mencari kebebasan akhirnya di panggil kembali untuk memperjuangkan tanah airnya dan kehilangan saudara laki-lakinya yang tercinta dalam pertempuran.

Mendengarkan musik sebagai ganti membaca ternyata tidak buruk, pikir Hikaru.

“Lagu lain selain Rumania lah~…”

“Selain ini yang penting lagunya bagus.”

Kata-kata itu datang dari meja yang berbeda. Kota ini adalah bagian dari klan Ludancia. Orang-orang pasti tak suka mendengar lagu yang menyanyikan tentang klan Rumania.

Negara aliansi ... beginikah negara aliansi? Rasanya seperti mereka masih punya pemikiran mereka negara independen.

Sekilas gambar seorang lelaki berambut hijau terbesit dalam pikiran Hikaru. Ia khawatir tentang masa depan Forestia.

----- dia benar-benar kehilangan asa dan berbicara dengan Green Ogre, makhluk yang memiliki darah phoenix dan berangkat menghentikan peperangan -----

Green Ogre… aku pikir itu nama Klan League.

Matanya bertemu dengan mata Lavia. Tangannya berhenti menggenggam dan matanya tertuju pada Hikaru.

“Ada apa, Nona?”

“Aku hanya penasaran apa yang Hikaru pikirkan.”

“Jujur, tak ada yang penting kok.”

“Mungkin sedang merenungkan tentang menyelamatkan negara ini atau tidak, kan? Jadi, itu tak penting bagimu ya.”

“Kenapa aku berpikir begitu…..”

“Meski kamu mengatakan itu bukan urusanmu, kamu sebenarnya baik pada mereka yang bekerja keras.”

“Padahal biasanya orang akan mengataiku sombong. Tapi ini pertama kalinya orang mengatakan aku orang baik.”

“Betulkah? Mereka hanya tak tahu bagaimana caranya menilai orang.” katanya, penuh dengan kepercayaan, dan tersenyum lembut.

Benarkah aku terlihat baik hati?
Mungkin cerita di pagi ini berpengaruh.


“…Lavia, itu.”

“Apa?”

“Terima kasih sudah mendengarkanku.”

“Ya. Aku juga … terima kasih karena mengatakannya. Aku benar-benar bahagia.”

Mendengar kata-kata itu, merasakan emosinya, sekali lagi membuatnya senang dia menceritakan segalanya padanya.

“Lagunya berakhir.” Kata Lavia.

“Benar sekali.”

Tidak ada tepuk tangan. Menyandarkan kecapinya di dinding, wanita itu menuju konter dan memesan teh.

“Aku akan bicara dengannya. Aku mungkin bisa memberi bantuan tergantung pada informasi apa yang aku dapatkan.”

“Ya. Kupikir itu bagus. Hikaru.” 

Hikaru berjalan ke arah penyair.

“Permisi, mbak. Bisa aku bicara denganmu sebentar?”

“....Iya, ada apa, nak?”

“Apa mbak ini dari Rumania? Aku ingin tahu sesuatu tentang klan ---.”

Related Posts

Posting Komentar