The Undetectable Strongest Job: Rule Breaker - Chapter 63 Bahasa Indonesia

Posting Komentar
The Undetectable Strongest Job: Rule Breaker Novel Indo
Chapter 63 - Keputusan

  • Penerjemah: RA 
  • Penyunting: Kyaanovel



Mereka menghabiskan sisa hari itu untuk membeli tempat tidur dan peralatan makan untuk mereka berdua. Untuk makan malam, mereka membeli makanan di warung untuk dibawa pulang dan makan di rumah baru mereka. Lavia tampak senang sekali saat mereka makan malam berdampingan di meja mereka.

Ini seolah…

Di malam hari — Hikaru berpikir sambil memandangi Lavia, yang tertidur pulas di balik selimut yang baru mereka beli.

...kami adalah pasangan yang baru menikah.

Setelah mereka pergi dari Ponsonia, Lavia tak menunjukkan tanda akan berpisah dari Hikaru. Perasaan jarak belum berubah sama sekali semenjak saat itu di kala Lavia mengatakan bahwa tak masalah jika mereka tak setara. Jadi Hikaru tak tahu apa yang harus ia perbuat.

Mereka masih muda––lima belas dan empat belas tahun––tapi mereka sudah melakukan ‘nya’. Lavia bahkan berperilaku seolah ia milik Hikaru.

[TlNote: Dua remaja di bawah satu atap, kau tahu apa yang mereka lakukan….]

Aku penasaran apakah dia akan berubah pikiran saat kami mulai menghadiri kelas di Akademi…

Lavia, yang dulunya menghabiskan kebanyakan waktunya di dalam rumah, baru bebas belum lama ini. Akan terasa kejam apabila ia tiba-tiba menyuruhnya melakukan ini dan itu sesukanya. Ia mungkin belum tahu bagaimana menjalani hidupnya dengan bebas. Bisa jadi karena ia tak tahu apa-apa tentang dunia luar, jadi ia harus bergantung pada orang lain di suatu tempat untuk tetap tinggal sementara waktu. Mual rasanya Hikaru hanya membayangkan bagaimana ia akan terus bergantung pada orang lain. Maka berpikirlah ia, bahwa mereka harus mencoba menjalani kehidupan yang damai untuk saat ini.

Sebetulnya, itulah salah satu alasan kenapa ia memutuskan untuk datang ke Akademi ini.

Lavia mungkin akan menemukan jalan hidupnya jika ia bisa menjalani kehidupan yang damai.

Lalu bagaimana dengan diriku, bisakah aku pulih kalau-kalau seandainya, Lavia memutuskan akan meninggalkanku?

Hikaru kurang yakin dia bisa.

Aku harus berhenti memikirkannya. Aku juga harus berhenti terus-terusan menekankan bahwa dia sudah bebas.

——Hidup itu sulit lho. Kamu memang cerdas, tapi juga ceroboh. Suatu hari, di suatu tempat ... fuu~, kamu mungkin akan mati tanpa duga…

Bahkan sekarang pun ia masih ingat jelas ucapan itu. Anehnya, ia tak tersinggung. Ia sombong, tapi di depan Hazuki semua kesombongannya menghilang.

“Senpai… seperti katamu, aku mati tanpa duga, fuu~.”

[TlNote: Senior/ kakak kelas.]

——Aku tahu, firasatku selalu benar.

“Tapi, aku datang ke dunia lain ... dan menikmati hidupku sekarang. Meski sepertinya aku masihlah sombong.”


——tidak apa-apa, karena itulah dirimu.

Tidak melihat ke matanya, Hazuki hanya memandang kosong, dan tersenyum. Jauh, dia terasa jauh meski jarak mereka dekat, dia (Hikaru) bisa menyentuhnya jika dia merentangkan tangan, tetap saja dia tak bisa menutup jarak mereka. Dia pikir itu sudah cukup. Dia sudah puas hanya dengan memandangnya, selamanya di luar jangkauan. Ia percaya Hazuki juga merasakan hal yang sama.

——Hikaru-kun ........ Kamu harus menemukannya….

“Apa maksudnya? Aku tak begitu mengerti apa yang kamu katakan.”

——Kamu harus………

“Hazuki-senpai? Hazuki-sen… ha.”

Dia terbangun kaget. Fajar sudah terbit. Hikaru perhatikan tubuhnya kaku dan menghela nafas panjang.

Sudah lama aku tak bermimpi tentang Jepang dan beginilah jadinya ... Membuat nostalgia, meskipun itu ... Hazuki-senpai…

Dia lalu bangun dari tempat tidur.

Hm——, aku tak ingat kata-kata terakhirnya, … aku harus menemukan apa?

“Hmm… Hikaru?”

Lavia bangun juga, meregangkan tubuhnya. Bukan hanya mereka memiliki teras yang luas, ada juga jendela kaca yang terpasang di langit-langit (Skylight). Matahari belum terbit, tapi ruangan itu sudah terang.

Lavia menatap kosong Hikaru, mungkin lantaran ia menggenggam tangannya. 

“…hangat.”

Dan juga lembut. Tidur dengan Lavia terasa sangat alami baginya sehingga ia menganggapnya sebagai hal yang wajar, mungkin karena mereka sudah bersama sejak ia menyelamatkannya.

Sebelum itu ia selalu sendiri.

Jauh dari orang tuanya. Tak punya banyak teman. Tak bisa menggapai Hazuki pula.

Kupikir aku tahu apa yang senpai maksud…

Tiba-tiba ia menyadari maksud Hazuki.

Aku harus menemukan orang yang dapat kupecayai dari lubuk hatiku.

“Kamu bertingkah aneh, Hikaru. Kenapa begitu serius sepagi ini? Khawatir berlebihan adalah salah satu kebiasaan burukmu.” Lavia mendekat dan menciumnya dengan lembut.

“Lavia.”

“Ada apa?”

Suatu hari nanti. Ia pikir ia akan tahu kapan hari itu akan datang.

Hari itu tak akan pernah tiba kalau aku hanya menunggu. Andai aku tak melakukan sesuatu, hari itu pasti tak akan datang. Aku selalu mempunyai kesempatan, tapi aku selalu menundanya.

“A-Ada apa Hikaru? Apa kamu kelelahan?”

“Aku yakin kamu penasaran bagaimana caraku menghilangkan diri, ... atau lebih tepatnya, menyembunyikan diri dari orang lain.”

“….”

Hikaru mulai membeberkan rahasianya, Lavia terlihat terkejut.

“Kamu tak harus memberi tahuku kalau kamu tak mau...” Kata Lavia

“Lavia. Aku tahu suatu hari aku harus memberi tahumu. Tapi kenyataannya, kapanpun tak masalah. Aku bisa memberi tahumu kapan pun kumau.”

“Dan menurutmu sekarang adalah waktu yang tepat?”

“Ya.”

“Kenapa sekarang?”

“Aku tak tahu, ... tapi maukah kamu mendengarkan apa yang akan kukatakan?”

“......”

Dengan tenang, lavia meluruskan punggungnya.

“Tentu.”

Hikaru benar-benar bersyukur Lavia mau mendengarkan dengan serius.

“Baiklah kalau begitu...., mari kita mulai. Dari mana aku harus mulai ya? ... kurasa dari hal paling awal saja. Hmm… mari mulai dari sejak aku bertemu dengan Roland N Zaracia di alam kematian.”

Related Posts

Posting Komentar