The Undetectable Strongest Job: Rule Breaker - Chapter 69 Bahasa Indonesia

Posting Komentar
Chapter 69 Instruktur Pedang Pendek

Mereka memakai seragam akademi——jaket biru tua. Lavia sudah keliling ke beberapa toko pakaian bekas untuk membeli blus yang cocok dengan jaketnya. Memesan yang baru akan memakan banyak waktu jadi mereka memutuskan untuk melakukannya kapan-kapan.

Mengenakan blus berwarna krem, ia tampak seperti nyonya muda yang berpakaian rapi dan bersih. Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk mencapai akademi.

Mungkin aku harus memilih tempat yang agak lebih jauh ... aku sama sekali tak merasa seperti berangkat ke sekolah, pikir Hikaru.

Sejak ia memberi tahu Lavia segala keadaannya, rasanya seperti beban telah terangkat dari pundaknya. Inilah bagaimana ia bisa mencoba menikmati pergi ke sekolah walau rasanya ada yang mengganjal. 

Begitu Hikaru sampai, para administrasi akademi, kecuali satu orang yang ditugaskan untuk mengakomodasi Hikaru, menjaga jarak. Meski begitu, satu orang ini masih menjauh sekitar tiga meter begitu ia menyerahkan dokumen yang berisi peraturan dan regulasi akademi.

“Boleh aku bertanya?” kata Hikaru. 

“I-iya?”

“Adakah reservasi untuk kelas?”

Mereka akan menghadiri akademi sementara waktu. Meski ada beberapa kesalahpahaman pada awalnya, Hikaru ingin memperlakukan mereka dengan sopan, tetapi tampaknya pihak lain tidak berpikir demikian.

“T-Tidak apa-apa. Anda boleh bebas menghadiri kelas. Untuk menggunakan laboratorium penelitian, Anda perlu mengajukan rencana penelitian terlebih dahulu. Dan semua itu harusnya sudah tercantum di dalam dokumen itu.”

“Ah, aku mengerti... ”

Saat mereka melangkah keluar dari kantor, Hikaru melihat siswa-siswa berdatangan dalam kelompok.

“Rasanya terlalu banyak kebebasan...”

“Ya .... mungkin akademi ini lebih menekankan penelitian.”

Mereka duduk di bangku dan membaca kertas yang mereka bawa. Perlu waktu satu jam untuk membaca semuanya, tapi yang mengejutkan, isinya sederhana dan sangat mudah dimengerti

“Aku akan menghadiri sesi kelas pedang pendek. Dan ... sepertinya sekitar setengah jam lagi. Kalau kamu, Lavia?” tanya Hikaru. 

“Aku akan melihat-lihat perpustakaan dulu. Baru setelah itu aku akan putuskan.”

“Bagus itu.”

“Tak apa-apa, kan?”

Jika ada cukup banyak buku di sana, Lavia mungkin akan asyik membaca daripada menghadiri kelas sama sekali.

Mereka pun berpisah, dengan Hikaru menuju ke gedung kuliah tempat sesi kelas pedang pendek diadakan. Ada berbagai kelompok orang, termasuk siswa muda berseragam dan pria seperti petualang, tapi tak ada yang memberi perhatian khusus padanya. Lagipula, ada beberapa anak laki-laki dan perempuan yang jauh lebih muda darinya. Membawa alat-alat laboratorium, mereka tampak seperti peneliti atau asisten.

“Gedung kuliah C ... menurut peta, itu ada di sini.”

Di hadapannya ada sebuah bungalow yang tampak mirip seperti salah satu bangunan prefabrikasi di Jepang. Itu pondok kecil yang nyaman. Tanaman ivy yang setengah layu merambat di dinding luarnya. Ada juga taman bunga yang telah terabaikan.

Hikaru mengetuk pintu, tapi ... tak ada jawaban. Pelat pintu bertuliskan Gedung C. Karena pintunya tak dikunci, ia bisa masuk dengan mudah.

“Ugh…”

Bau alkohol yang melayang di udara menyengat hidungnya. Tempat itu tampak seperti ruang perkakas yang telah direnovasi, yang luasnya hanya seratus meter persegi tanpa sekat. Meja dan kursi ditumpuk-tumpuk di salah satu sudut. Rak dan papan tulis berdebu di sudut lain juga. Ada karpet tergeletak di tengah ruangan.

Sebuah sepatu bot tergeletak di dekat kakinya dan pasangan lainnya sedikit lebih jauh. Terus, ada kardigan jauh di depan. Sepasang celana ketat. Rok. Kemeja. 

Berbaring tertidur di bawah serangkaian karpet adalah seorang wanita yang hanya mengenakan pakaian dalam.

*Guu, Supi--*

Hikaru langsung keluar gedung, memeriksa lagi huruf-huruf di pelat. Meski agak kabur, jelas tertulis Gedung C.


Ia pun memeriksa kertas yang dibawanya. "Kelas Pedang Pendek — Gedung C" tertulis di atasnya. Setelah diperiksa lagi dan lagi, ini tak salah lagi memang satu-satunya tempat di mana sesi kelas itu diadakan, yang membuatnya jadi tambah bingung.

Masuklah ia ke gedung sekali lagi. Pintunya dibiarkan terbuka dan ruangan itu terlalu gelap dengan satu lampu sihir saja yang menyala.

*Su ya~a*

Wanita itu berbaring telungkup dan tertidur pulas, tapi Hikaru masih bisa melihat sedikit wajahnya dari samping. Memakai riasan, ia memberikan kesan yang cukup kuat. Kelihatan berusia sekitar dua puluhan. Rambut abu-abunya yang panjang dan kemerahan dililitkan di bagian belakang dengan gaya rambut ke atas. Mungkin ia tak bisa tidur menghadap ke atas karena itu.

Dia mengenakan bra dan celana dalam ungu, bentuk tubuhnya standar, dan lekukan leher ke pinggangnya cukup memukau. Kalau bukan karena kondisinya saat ini, dorongan seksual Hikaru mungkin akan tergerak. Sayangnya ia sudah mati mabuk dan tertidur lelap.

“...Mana siswa dan profesornya? Jangan-jangan dia juga seorang pelajar.”

Hikaru dipenuhi firasat buruk. Ia harus memindahkannya karena bisa mengganggu kegiatan belajar nanti. Rasanya seperti gedung ini merupakan tempat tinggal seseorang sedikit membuatnya khawatir.

“Hei, bangun — tolong bangun!”

Tak mau menyebabkan kesalahpahaman, ia memanggilnya dari jauh. Namun, tak ada tanda-tanda ia mau bangun.

“.....”

Hikaru keluar lagi. Profesor dan siswa-siswa belum datang juga. Nyatanya, tak satu pun makhluk hidup yang lewat, mungkin karena tempat itu tersembunyi oleh bangunan lain. Hikaru pun mengambil dua kerikil seukuran kacang.

“Kalau kamu tak mau bangun, aku akan melakukan ini.”

Berdiri di pintu masuk, ia meletakkan kerikil di antara jari-jarinya.

“Rasain kekuatan 10 poin Throwing.”

Kerikil, yang terlempar dengan ketepatan yang cemerlang, menempel di kedua lubang hidung wanita itu seolah-olah sedang tersedot.

Dia melompat bangun.

“—— Fu ha~! ? …… ha~, fu ha~! ? —— Bu wa ā~!”

“Ke-kenapa ini~? Ad yang salah dengan hidungku! ——Aku tak bisa bernapas! Eh, apa ini?! Sesuatu tersangkut di hidungku!”

Saat itu Hikaru sudah berada di luar. Dia tak ingin melihat seorang wanita mengeluarkan kerikil dari lubang hidungnya. Selang sekitar lima menit, ia mengetuk pintu sebelum masuk.

“………”

Wanita itu sedang tidur. Sesuatu yang terbungkus kertas tisu tergeletak di sebelahnya.

“Oh … masih belum cukup merasakan Throwing-ku, ya?”

Sekali lagi, Hikaru mengambil beberapa kerikil.

Hal itu pun diulanginya sampai tiga kali, dan akhirnya Hikaru mengetuk lagi... 

“Ya...”

Suara tak bernyawa menyambutnya. Seorang wanita dengan ekspresi loyo di wajahnya sedang menatapnya saat ia masuk. Salah satu karpet yang membungkusnya sudah ia singkirkan.

“Kamu siapa...?”

“Aku datang untuk sesi kelas pedang pendek.”

“Tak ada yang seperti itu di sini.”

“Aku tak berpikir tidak ada, dan itu sudah tertulis di sini.”

“Batalkan.”

“... Ha?”

“Pokoknya aku batalkan.... nn.. waduh, gawat gawat gawat, ambilkan sesuatu seperti ember, uppuf, cepet ember——”

Hikaru berlari keluar gedung untuk yang ke berapa kali, menutup pintu, dan menutup telinganya. Salah satu sepatu botnya sudah dikorbankan. 

“Jadi wanita itu adalah instruktur pedang pendeknya?”

Akhirnya menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan——ia sudah curiga ada sesuatu yang salah, tapi ia hanya menolak untuk mempercayai kemungkinan tersebut——Hikaru kembali ke gedung administrasi.

Ketika ia bertanya kepada seorang administrasi, mereka berkata, “Pemabuk itu adalah instruktur pedang pendek. Namanya Mille Crepes van Quad. ”

Administrasi tak mungkin bohong, tetapi mereka menolak memberi tahunya lebih banyak dan bersikeras kalau ia sebaiknya bicara langsung dengan orangnya sendiri. Hikaru pun dengan enggan kembali ke gedung C. Meskipun ia tak mau dekat-dekat dengannya, ia harus melakukannya agar ia bisa memeriksa Soul Board-nya dan memastikan namanya.

“...Oh, kamu, orang yang kabur setelah meninggalkanku.”

Mille Crepes berdiri di depan gedung dengan tabung reaksi di mulutnya, kali ini mengenakan pakaian dan sandal sebagai pengganti sepatu bot.

“Kupikir itu tindakan paling tepat yang bisa aku ambil.”

“Tolong jangan bicara dulu. Kepalaku lagi pusing. Ahh....berhasil. Pereda Mabuk yang dibuat oleh petugas medis benar-benar manjur.” 

Wanita itu mengatakan sesuatu yang tak ia mengerti. 

Produk sampingan dari produk antidote, itu adalah obat yang digunakan untuk meningkatkan metabolisme, tapi ia tidak terlalu peduli.

“Boleh aku bertanya sekarang?”

“Oke oke. Tuan Tak Berperasaan.”

“...Apa Anda instruktur pedang pendek Mille Crepes van Quad?”

“Aku benci nama itu.”

“Kenapa?”

“Mille Crepes terdengar sangat manis. Itu nama yang cocok untuk anak lima tahun. Panggil aku Mille.”

“Ok...”

“Jadi. Bagaimana kalau aku memang instruktur pedang pendek? Apa kamu ke sini hanya mau mengolok-olokku saja karena tak punya murid? Kamu tak perlu melakukannya. Belum lagi nyatanya, semenjak aku menjadi instruktur dua tahun lalu, aku tak pernah punya! Bagaimana, kamu puas sekarang?!”

“Maaf kalau aku sudah menyinggung perasaanmu, tapi aku ke sini untuk menghadiri sesi kelas.”

“... Ha?”

Kali ini giliran Mille yang menatap kosong. 

【Soul Board】Mille Crepes van Quad
Usia: 22 Peringkat: 25
24

【Vitality】
..【Immunity】
….【Toxic Immunity】1
..【Perception】
….【Hearing】1
【Physical Strength】
..【Weapon Mastery】
….【Short Sword】3
….【Throwing】1
【Agility】
..【Stealth】
….【Life Obfuscation】1
….【Imperceptibility】2
【Dexterity】
..【Dexterity】3
【Intuition】
..【Instinct】2

Ia tak mau mempercayainya, tapi dia memang Mille Crepes van Quad yang asli.

«««PrevToC – Next»»»

Related Posts

Posting Komentar