The Undetectable Strongest Job: Rule Breaker - Chapter 03 Bahasa Indonesia

Chapter 3 - Pengganti balas dendam

Petir bergemuruh dan kilat menyambar-nyambar karena hujan deras. Setiap tetes air hujan membuat percikan putih saat menyentuh batu besar. Hikaru keluar dalam cuaca dingin tanpa mantel dan basah kuyup. Segera dia tiba di tujuannya: Villa Count Morgstad.

(25 menit.)

Dia berpikir untuk melewati bagian belakang, tetapi pintu masuknya terkunci, membuat lima menitnya yang berharga menjadi terbuang sia-sia. Jadi Hikaru memilih untuk menyelinap masuk melalui depan. Pintu masuk depan tidak dikunci agar penjaga malam masuk dan keluar.

Di bawah beberapa atap, Hikaru meniriskan air dari borgolnya lalu membuka pintu.

“Tamu kemarin kaya raya...”

"――Oh, itu adalah hari liburku--"

Bicara tentang nasib buruk. Dua pelayan lewat.

Tapi mereka terus berjalan tanpa henti. Hikaru ada di dalam, tetapi keduanya tidak memperhatikannya sama sekali.

Luar biasa. Inilah aku, melangkah dengan berani dan mereka bahkan tidak menyadarinya. Dia sekarang menyadari bahwa tiga skill yang dia peroleh di bawah "Stealth" lebih luar biasa daripada yang dia bayangkan. Mengaktifkan dan menonaktifkan skill dimungkinkan. Rasanya aneh untuk dikatakan, tetapi Stealth akan aktif tiap kali Hikaru menginginkan. Dia merasakan sensasi aneh, seperti tubuhnya larut ke udara tipis.

Bagian dalam rumah itu gelap gulita. Sepertinya tidak ada lampu malam. Bahkan meski skill-nya masih aktif, Hikaru tetap memilih untuk masuk melalui bayang-bayang. Dia lalu menaiki tangga ke lantai tiga.

"........"

Dua pria - yang tampak seperti penjaga - berjalan ke arahnya. Mereka adalah ksatria dengan pedang tergantung di pinggang mereka. Pangeran Morgstad adalah bangsawan dengan pengaruh besar di kerajaan sehingga tidak mengejutkan baginya memiliki ksatria sebagai penjaga.

“Hmm”

“Ada apa?”

Salah satu dari mereka berhenti.

“...Ada yang tidak beres.”

"Apa? Apanya yang tidak beres?”

“Sepertinya ada penyusup.”

“!”

Ksatria lain meraih pedang di pinggulnya.

“..Hhmm....Tapi tidak ada siapa-siapa di sini.”

“Benar juga...”

Salah satu dari mereka berjongkok dan menyentuh lantai.

“...Basah”

“Tentu saja. Di luarkan sedang hujan.”

“Apakah barusan ada orang lewat sini dalam keadaan kehujanan?"

“Yah, seseorang pergi untuk tugas ke Guild Alkemis untuk pemeriksaan gadis itu.”

“Oh... Begitu? Benar juga.”

Pria yang tadinya berjongkok, berdiri dengan ekspresi masam di wajahnya.

“Ayo kita pergi.”

“Kau yakin?”

“Mungkin cuma perasaanku saja... Oh iya ngomong-ngomong, Count itu membuatku kesal, aku bahkan tidak merasa ingin melakukan pekerjaanku dengan benar.”

“Ma, jangan katakan itu...”

Keduanya pergi.

“…… Fuu~ …………”

Berdiri di bawah bayang-bayang pilar, Hikaru menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Kupikir aku akan ketahuan. Tetapi "Stealth"-nya melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. Dia benar dalam memilih "Imperceptibility". Itu bukan skill tipe deteksi yang membuat ksatria itu menyadarinya, tetapi itu karena pengalamannya. Hikaru yakin akan hal itu sekarang. Pria itu hanya mengandalkan aroma dan merasakan sesuatu di udara.

Hikaru beruntung tentang satu hal lagi. Ketika penjaga itu secara sengaja meludahkan kata “Count”, dia melirik ke belakang. Itu berarti kamar Count berada di arah itu.

(15 menit.)

Masih ada waktu. Sebenarnya ketika Hikaru mendengar kata “20 menit” beberapa waktu yang lalu, dia merasa takut. Dia khawatir para penjaga mungkin mendengar itu saat mereka semakin mendekat.

"...Ayo beraksi"

Hikaru mulai berjalan lagi. Para ksatria tidak berbalik untuk melihat ke belakang. Begitu lampu yang mereka bawa cukup jauh, kegelapan sekali lagi menyelubungi di sekitar Hikaru. Jendela untuk penerangan dipasang di langit-langit yang memberikan sedikit pencahayaan setiap kali kilat menyambar di langit.

Akan bagus untuk memiliki skilll "Night Vision", tetapi sayangnya, aku kehabisan skill point. Tetapi kegelapan ini adalah keberuntungan. Mudah untuk mengetahui kamar mana yang ditempati dari cahaya redup yang datang dari dalam. Dan hanya ada satu kamar di depan.

Hikaru menajamkan telinganya tepat di luar pintu. Suara hujan membuatnya sulit untuk mendengar sesuatu, tapi...

“--Mumumu.. Baron bodoh itu.. Bikin aku kesal.”

Suara itu milik seorang lelaki tua. Count Morgstad dalam ingatan Roland memiliki rambut beruban di kepalanya. Targetku ada di sini. Tangan Hikaru bergetar ketika dia meraih gagang pintu.

Dengan cepat ia menggenggam tangannya yang gemetar erat. Tidak masalah. Tidak masalah. Aku bisa melakukannya. Setelah sampai sejauh ini, rasa takut mencengkeram hatinya.

Kau harus melakukannya. Kau harus membunuhnya sehingga kau bisa hidup terus, Hikaru berusaha mati-matian untuk meyakinkan dirinya sendiri. Tak lama kemudian, dia perlahan-lahan menjadi tenang.

Dia merasa kasihan pada Roland. Dia tertarik pada dunia baru ini. Seluruh tubuhnya memanas karena haus akan pengetahuan.

Tetapi hal terakhir yang menggerakkan Hikaru untuk "membunuh" adalah "kematian" di kehidupan sebelumnya. Manusia mati dengan mudah. Terlebih lagi, dunia ini berbeda dari Jepang modern. Ini adalah dunia di mana seseorang harus membunuh untuk hidup.

(10 menit.)

Saat dia mendengar hitungan mundur Roland, Hikaru membuka pintu. Count Morgstad, dengan tubuhnya menghadap pintu masuk di kamarnya, ia duduk di meja kantornya, tengah membaca sesuatu di bawah lampu.

“Hmm?”

Dia melirik pintu. Perasaan, aku mendengar sesuatu seperti pintu terbuka, pikir Count.

“Siapa di sana? Ksatria penjaga?”

Atau mungkin kepala pelayan? dia pikir. Tapi dia tidak akan datang ke kamarnya selarut ini kecuali kalau ia dipanggil. Dia tentu saja tidak mungkin masuk tanpa mengetuk dulu.

Apalagi pintunya masih tertutup.

“…Mungkin aku salah dengar.”

Dia pun mengembalikan arah matanya ke tangannya yang memegang banyak laporan tertulis. Ketika ia membaca sekilas kertas terakhir...

“Hum, jadi mereka berhasilkah?”

Di atasnya ada pesan kode yang bertuliskan “Aku sudah memadamkan api di tanahmu”. Tetapi isi sebenarnya berarti “Aku telah membunuh putra Viscount Zaracia”.

“...Itu mengejutkanku. Tak kusangka dia ada di Pond.”

Pangeran menerima kabar bahwa putra Viscount Zaracia ada di kota. Dia curiga dia mungkin datang untuk membunuhnya. Dia beruntung telah menemukan anak itu terlebih dahulu dan mengirim orangnya untuk menghabisinya.

“Orang tua dan anaknya sama saja. Mereka sama-sama sangat menyebalkan. Tapi sekarang keluarga Zaracia sudah pergi dan eraku akan segera datang.”

――Salah.

Morgstad terperangah karena suara tiba-tiba itu. Tapi tidak ada orang lain di ruangan itu.

“Siapa disana?!”

Membuka laci mejanya, dia meraih bel di dalam. Begitu berdering, setiap penjaga di mansion akan diperingatkan oleh suara bel ini.

“Arghhhhhh!”

Tapi tangannya berhenti tepat di atas laci. Seseorang menusuk telapak tangannya.

“Kkkkkkkkau!!”

Rasa sakit dan ketakutan mencengkeramnya. Di sisinya adalah seseorang yang seharusnya mati.

“Ini Roland N. Zaracia ... Sebenarnya, aku hanyalah pengganti untuk mengambil hidupmu.”

“B-B-B-Bagaimana bisa!?”

“Matilah."

Darah menetes dari belati ketika Hikaru menariknya dari tangan Count. Belati itu anehnya menusuk daging hampir terlalu mudah, dan tanpa ragu-ragu anak itu menancapkan belati ke jantung Count Morgstad.

“――Guhoooh!!”

Ketika ia memuntirkan belatinya, Count Morgstad menyemburkan darah dan jatuh di tempat.

“Ha… haa…”

Count Morgstad yang tak bernyawa berbaring di depan mata Hikaru. Seluruh tubuhnya terasa seperti terbakar. Dia ingin berlari dan menjerit.

Untuk sesaat, hanya sepersekian detik, tubuh Hikaru tidak bisa bergerak. Roland ingin mengambil alih. Setelah menghabiskan sekitar 10 menit tersisa, Roland mencoba mengambil alih secara paksa kehendak Hikaru dan membunuh Count sendiri.

(...Kamu baru saja menghentikanku.)

Roland terdengar kagum.

“Aku tidak bisa membiarkanmu melakukannya ...karena aku memutuskan untuk melakukannya sendiri.”

Hikaru telah mengambil keputusan. Dia membuat keputusan untuk hidup. Jika dia harus membunuh seseorang untuk melakukannya, biarlah. Dia tidak punya pilihan lain.

Namun ternyata dia sangat tenang.

(Terima kasih...)

Suara Roland terasa lebih hangat daripada yang Hikaru dengar sejauh ini; perpaduan antara penyesalan dan kepuasan mendalam.

"...Aku akan segera menghilang. Aku tidak bisa memberimu uang atau kehormatan, tetapi kamu akan memiliki tubuhku..."

Hikaru merasakan jiwa Roland meninggalkan tubuhnya.

“…Siapa namamu?”

“Hikaru.”

“...Terima kasih, Hikaru. Pe ... Penebus keluarga Zaracia-ku. Aku akan terus berdoa untuk masa depanmu yang cerah.”

Dengan begitu, bagian terakhir dari jiwa Roland menghilang.

“... Dia sudah pergi ya.”

Hikaru tidak merasakan banyak pencapaian dalam menepati janjinya. Perasaan suram bahwa dia membunuh seseorang terlalu berlebihan. Dia merasa ingin duduk saat itu juga.

“Apakah kamu membunuhnya?”

“?!”

Pada saat itu, dia menyadari pintu terbuka. Seorang gadis dengan rambut perak, kulit putih, dan mata biru berdiri di sana. Kecantikannya jauh dari ranah manusia.

Apakah dia melihatku? Tidak, tidak juga. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak bisa mencari jalan keluar dari sini.

“Bel berbunyi. Para Ksatria akan segera datang.”

“!!”

Hikaru gagal memperhatikan jari Count menyentuh bel ketika Hikaru menarik belati yang menancap di tangannya. Bel berguling dan mengeluarkan suara samar di dalam laci. Dia bisa mendengar langkah kaki mendekati ruangan. Apa yang aku lakukan? Apa yang aku lakukan? Apa yang aku lakukan? Bisakah aku melarikan diri menggunakan skill stealth-ku?

Gadis itu mengangkat jarinya dan menunjuk ke luar.

“Ada tangga tali di balkon. Dari sana kamu bisa turun ke lantai satu.”

“......”

Benarkah? Tunggu dulu, kenapa dia mengatakan ini padaku?

“Cepat.”

Aku tidak perlu ragu. Hikaru berlari ke pintu yang menuju ke balkon dan membukanya. Hujan sudah berhenti dan hanya angin bertiup kencang. Apakah awan hujan sudah hilang? Memang ada tangga tali yang paling mungkin untuk penggunaan darurat. Dia melemparkannya ke luar di atas balkon dan mulai turun. Tangannya gemetaran dan dia kesulitan turun. Suara keras datang dari balik pintu yang tertutup.

“Nona Lavia, apa yang Anda lakukan di sini?”

“Apakah Anda datang ke sini setelah mendengar bel?”

“H-Hei! Count tergeletak di lantai!”

Suara itu berubah menjadi keributan.

“Ada seseorang yang membunuhnya.”

Saat mereka tiba di kesimpulan itu dan membuka pintu yang menuju ke balkon, yang tersisa hanyalah tangga tali yang menggantung berayun karena tiupan angin.

“Aku seharusnya ... baik-baik saja di sini.”

Dia benar-benar kelelahan. Hikaru tidak bisa kembali ke hotel karena dua alasan: Satu, tidak ada yang tersisa di kamar hotel. Apa pun yang berharga diambil oleh si pembunuh untuk membuat pembunuhan itu terlihat seperti perampokan. Jadi tidak ada gunanya kembali ke sana. Alasan lainnya adalah ... wajahnya.

“... Ini tubuhku ...”

Saat itu sekitar jam empat pagi. Selama musim panas, fajar akan mulai menerangi langit melewati jam empat. Hikaru menatap wajah yang terpantul pada genangan air. Rambut coklat gelap dan mata coklat yang sama gelapnya. Hampir tidak ada sosok Roland yang tersisa. Wajah itu berangsur-angsur berubah menjadi wajah Hikaru dari kehidupan sebelumnya. Warna coklat itu perlahan berubah menjadi hitam. Jiwanya beradaptasi dengan tubuh.

“....Aku masih lelah”

Hikaru berada di bagian kota yang sangat sepi. Sebuah kuburan. Bersandar di pohon besar yang tumbuh di atas pekuburan, Hikaru menutup matanya.

…Aneh. Kenapa gadis itu membiarkanku pergi?

Itu adalah tidur pertamanya di dunia lain dan dia tidak bermimpi apa pun.

Related Posts